Cari Materi

Pengikut

20 September 2024

ADAB MENGGUNAKAN MEDIA SOSIAL

ADAB MENGGUNAKAN MEDIA SOSIAL

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.  LATAR BELAKANG MEDIA  SOSIAL 



Penggunaan  media  sosial  di  masyarakat  akhir-akhir  ini  cukup  memprihatin-kan, terutama  di  kalangan  remaja.  Media  sosial  yang  seyogyanya  digunakan  sebagai  sarana interaksi dan sosialisasi agar silaturahmi tetap terjaga tanpa terhalang oleh waktu dan tempat, kini sering disalahgunakan. Media sosial cenderung digunakan sebagai ajang pamer, seperti pamer harta, pamer kemesraan dengan pasangan, pamer kata-kata bijak agar dianggap baik dan pintar, pamer beribadah agar dianggap alim, pamer bersedekah agar dianggap dermawan, pamer kesuksesan, dan pamer hal-hal lain yang berujung pada unsur ria atau sombong serta ingin  dipuji; ajang maksiat seperti  mengekpos berita-berita bohong,  gibah,  fitnah,  ujaran kebencian,  memamerkan  keindahan  tubuh  (kecantikan,  kegantengan),  atau  mengekspos gambar atau video yang tidak layak; serta perbuatan-perbuatan maksiat lainnya. Media sosial seakan sudah menjadi candu bagi masyarakat Indonesia khususnya  di kalangan remaja. Remaja masa kini, tidak bisa lepas hampir 24 jam dari smartphonenya. Facebook, twitter, path, youtube, instagram, line, dan whatsapp adalah media sosial yang sering digunakan oleh kalangan remaja yang memang menarik untuk digunakan oleh remaja.

 

B.  RUMUSAN MASALAH

  1. 1. Bagaimana Fenomena media sosial ?
  2. 2. Bagaimana Adab menggunakan media sosial ?
  3. 3.  Apa saja Manfaat media sosial bagi seorang muslim ?

C.  TUJUAN PENYUSUNAN MAKALAH

1.      Untuk memenuhi tugas mata pelajaran Agama

2.      Agar Siswa dan Siswi SMK Bhakti Praja mengeetahui Fenomena media sosial

3.      Agar Siswa dan Siswi SMK Bhakti Praja mengeetahui Adab menggunakan media sosial

4.      Agar Siswa dan Siswi SMK Bhakti Praja mengetahui Manfaat media sosial bagi seorang muslim

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.  FENOMENA MEDIA SOSIAL

Fenomena media sosial di tengah zaman yang penuh inovasi teknologi komunikasi di dunia maya sangat berperan dalam aktivitas keseharian bersosial di masyarakat. Karena media sosial atau yang sering disebut dengan sebutan medsos sangat banyak menawarkan kemudahan yang membuat remaja betah berlama-lama. Namun, kemudahan ini medsos ini banyak disalahgunakan oleh mereka yang tidak bertanggungjawab. Kegiatan  yang seharusnya menjadi sarana beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah justru dikotori dengan perbuatan-perbuatan kemungkaran tanpa memperhatikan adab maupun etika, sehingga kita terjauh dari Allah, bahkan justru malah mendapatkan murka Allah SWT. Sebagaimana Firman-Nya dalam al-qur‟an surat An-Nur ayat 11 berikut.



Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat Balasan dari dosa yang dikerjakannya. dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar. (QS. an-Nur [24]: 11)

Kehadiran media sosial sangat membantu manusia khususnya di era 4.0 sekarang ini. Selain digunakan untuk mempublikasikan konten seperti profil, aktivitas kegiatan sehari -hari, interaksi melalui jejaring sosial, juga dapat digunakan untuk berjualan dan bertransaksi keuangan. Namun, seiring perkembangan teknologi yang begitu pesat, media sosial juga dapat menjadi ajang permusuhan dan pertikaian. Misalnya group Whatsapp, saat mendapatkan broadcast atau informasi dari seseorang yang ada di group tersebut, selalu ada satu atau dua orang atau bahkan juga bisa lebih yang meneruskan informasi tersebut ke group lainnya. Jika informasi tersebut benar maka tidak menjadi masalah. Namun, jika informasi tersebut salah (bohong =hoax), maka akan menjadi masalah dan amarah. Kabar bohong atau hoax yang beredar di dunia maya akan mengundang amarah pengguna, karena digunakan tanpa ada rasa tanggung jawab. Meskipun, sebagian orang akan memverifikasi kebenaran informasi yang diterimanya.

 

B.  ADAB MENGGUNAKAN MEDIA SOSIAL

1.      Menyampaikan informasi dengan benar

Menyampaikan informasi dengan benar, tidak merekayasa atau memanipulasi fakta, serta menahan diri untuk tidak menyebarluaskan informasi tertentu di media sosial yang fakta atau kebenarannya belum diketahui secara pasti. Istilah ini disebut qaul zur yang berarti perkataan buruk atau kesaksian palsu. Termasuk dalam kategori ini diantaranya memperindah suatu kebohongan atau tazyin al-kizb. Orang yang senantiasa jujur disebut shiddiq dan merupakan salah satu jalan menuju surga. Adapun orang yang suka berbohong disebut al-kizb atau kadzdzab, dan celakalah bagi orang yang suka berbohong karena hanya akan menjerumuskan diri kepada perbuatan dosa yang mengarah ke neraka.

Dalam  Alquran  QS.  al-Hajj  ayat  30,  perintah  menjauhi  qaul  zur  atau  al-kizb disampaikan bersamaan dengan larangan menyembah berhala. Kesaksian palsu merupakan dosa besar, sama dengan dosa syirik. Di ayat lain yaitu QS. al-An‟am ayat 112, Allah SWT menjadikan manusia yang suka berbohong atau memberi atau menyebarkan informasi palsu demi kepuasan diri sendiri maupun kelompoknya sebagai musuh para Nabi dan Allah.


Artinya:  dan  Demikianlah  Kami  jadikan  bagi  tiap-tiap  Nabi  itu  musuh,  Yaitu  syaitan-syaitan  (dari  jenis) manusia  dan  (dan  jenis)  jin,  sebahagian  mereka  membisikkan  kepada  sebahagian  yang  lain  perkataan- perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan. (QS. al-An‟am [6]: 112)

Dusta merupakan sumber segala keburukan, oleh sebab itu syari‟at mengharamkannya dan mengancam pelakunya dengan hukuman. Hal ini dikarenakan dusta menyimpan bahaya- bahaya besar dan keburukan yang banyak. Dari keburukan-keburukan tersebut diantaranya rusaknya reputasi pelaku, jatuhnya kehormatan pelaku, hilang akhlak, dan lemahnya kepercayaan.

 

2.      Menghindari prasangka su'udzon atau buruk sangka, gibah, fitnah, dan tajassus

Dalam bahasa hukum, penyampai informasi melalui media sosial hendaknya memegang teguh  "asas praduga  tak bersalah".  Prasangka  yang tidak  berdasar  dapat  membahayakan, karena dapat memicu bullying dan pembunuhan karakter.

 

3.      Meneliti fakta

Untuk mencapai ketetapan data dan fakta, seorang muslim hendaknya mengecek dan meneliti kebenaran  fakta dengan informasi awal yang diperoleh agar tidak terjadi gibah, fitnah, dan tajassus. Tajassus berarti mencari-cari kesalahan orang lain. Hal ini seperti yang tercantum dalam QS. al-Hujarat ayat 6.

 يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًا ۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenaranya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatan itu.”

Sementara itu, gibah adalah membicarakan aib atau keburukan orang lain. Mencari kesalahan orang lain dan menggunjing termasuk dosa besar dan para pelakunya harus segera bertaubat dan meminta maaf kepada orang yang bersangkutan.

Seorang muslim hendaknya menjauhi sifat ikut campur urusan orang lain dengan menggunjingkannya, berprasangka buruk, dan sengaja mencari-cari keburukan orang lain. Orang yang berbuat demikian diibaratkan memakan daging saudaranya sendiri yang sudah mati atau orang yang berbuat demikian diibaratkan bersifat kanibal.

Apabila ada berita dari media massa, media sosial, maupun dari seseorang agar diteliti kebenarannya sebelum di-share ke orang lain, karena perbuatan tersebut dapat menimbulkan gibah bahkan fitnah terhadap orang lain atau kelompok lain sehingga menimbulkan keributan dan  kekacauan  atas pemberitaan  yang  dimuat.  Seorang muslim  harus menjauhi  tindakan bodoh dan ceroboh, yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.  Perbuatan fitnah lebih berbahaya dari perkara pembunuhan, sedangkan pembunuhan merupakan perbuatan dosa besar. Dalam ilmu fikih, pembunuhan termasuk kegiatan hudud.

Membicarakan perkara orang lain  yang kebenarannya dapat dipertanggung jawabkan saja tidak dibenarkan, apalagi membicarakan perkara orang lain yang belum jelas kebenarannya. Oleh karena itu, seorang muslim hendaknya menjauhi perkara-perkara tersebut agar terhindar dari perbuatan gibah dan fitnah. Apalagi dengan men-share berita ke media sosial, setiap orang dapat melihat perkara yang digunjingkan tersebut. Hal ini dapat lebih membahayakan karena dampaknya lebih luas lagi.

 

4.      Menghindari namimah atau mengadu domba

Namimah  atau  mengadu  domba  maksudnya  membawa  suatu  berita  kepada  pihak tertentu dengan maksud untuk mengadu domba pihak tersebut dengan pihak lain. Namimah juga dapat berarti provokasi untuk tujuan tertentu. Sebaiknya seorang muslim berhati-hati ketika mendapatkan berita melalui media sosial dan tidak buru-buru men-share berita-berita yang belum diketahui kebenarannya. Jika telah diketahui kebenarannya, berita tersebut hendaknya dipertimbangkan terlebih dahulu apakah berita tersebut memberikan manfaat atau justru mendatangkan madarat, mendatangkan gibah maupun fitnah, serta mendatangkan ketenteraman atau justru menimbulkan kekacauan.

Dalam QS. al-An‟am ayat 153 dikatakan bahwa :

وَاَنَّ هٰذَا صِرَاطِيْ مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُ ۚوَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهٖ ۗذٰلِكُمْ وَصّٰىكُمْ بِهٖ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ

Artinya : ”Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan menceraiberaikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa.”

            Dari ayat tersebut dianjurkan agar manusia berpegang teguh dengan hal-hal yang Allah perintahkan, karena hal itu yang dapat membuat taqwa, tidak mengikuti hawa nafsu dan bisikan setan yang dapat menjauhkan diri dari sifat taqwa, serta tidak suka men-share hal-hal yang dapat mengadu domba dan memprovokasi demi kesenangan nafsu pribadi dan golongan, karena tindakan demikian tidak dibenarkan dalam Islam, dan perbuatan-perbuatan tersebut dapat menjauhkan manusia dari sifat-sifat taqwa karena mengedepankan nafsu dan bisikan setan semata.

 

5.      Menghindari sukhriyah

Sukhriyah berarti merendahkan atau mengolok-ngolok orang lain. Mengolok-ngolok, merendahkan orang lain, mencaci-maki, atau melakukan tindakan penghinaan dapat menumbuhkan kebencian. Dalam QS. al-Hujurat ayat 11 dijelaskan bahwa Allah melarang orang beriman laki-laki atau perempuan mengolok-olok satu dengan yang lainnya. Boleh jadi yang diolok-olok lebih mulia di sisi Allah.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ

Artinya :

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) fasik setelah beriman. Siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang zalim.

Karaktristik dunia maya sangat bebas dan seolah-olah tanpa batas menjangkau seluruh lapisan masyarakat dan tingkatan umur tanpa terkecuali anak-anak bahkan balitapun sudah dapat mengakses dunia maya. Kondisi ini memungkinkan setiap orang melakukan tindakan- tindakan negatif yang dapat merugikan pihak lain, baik pribadi maupun kelompok, dengan modus tanpa identitas (anonim) maupun ditujukan/disebutkan secara langsung atau terang- terangan, sehingga memicu provokasi dan adu domba (flamming dan trolling). Untuk itu, para pengguna media sosial perlu menjaga kehati-hatian dan adab kesopanan dalam bertutur kata di media sosial.

Dengan mengolok-olok orang lain, mencaci maki, menghina secara langsung apalagi dengan men-share ke media sosial yang dampaknya lebih luas lagi, justru dapat membongkar aib diri sendiri, bahwa orang tersebut suka mencaci maki, menghina, tidak punya sopan santun, dan tidak beradab, karena hal-hal yang di-share merupakan cerminkan jati dirinya.

Sekarang ini, mengolok-olok, mencela, menyebut dengan dengan sebutan/ gelar/ panggilan yang tujuannya menghina seseorang maupun kelompok tertentu seolah-olah sudah menjadi hal yang lumrah, apalagi jika berhubungan dengan partai politik, pemilihan pimpinan daerah hingga pemilihan presiden, dengan tujuan untuk menjatuhkan harkat dan martabat orang/kelompok tertentu dan mengalahkannya di pemilu. Seolah-olah tindakan yang dilakukan tersebut dibenarkan, padahal tindakan yang dilakukan tersebut hanyalah demi pemuasan hawa nafsu semata.

Seseorang atau kelompok dengan mudah membuat sebutan- sebutan yang tidak baik kepada orang/kelompok lain. Orang yang suka mengolok-olok, mencela, menyebut dengan panggilan yang tidak baik, bisa jadi merupakan cerminan diri. Untuk itu, hendaknya seorang muslim menghindari perbuatan tersebut dan segera bertobat agar terhindar dari perbuatan zalim. "Setiap umatku mendapat pemaafan kecuali orang yang menceritakan aibnya sendiri.

 

6.      Bijak dalam bermedia sosial

Setiap  muslim hendaknya bijak dalam menggunakan media sosial dengan mengedepankan etika, logika, dan perasaan serta berbagi nasihat yang baik, bijak, dan ikhlas. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam QS. an-Nahl ayat 125 yaitu: “Serulah (manusia) kepada batasan yang menghalangi. Seseorang dapat mengirimkan kabar atau kejadian maupun kegiatan saat ini, dan dapat langsung dikabarkan kepada orang lain saat itu juga dan dimana saja. Dengan media sosial, seseorang dapat senantiasa berkomunikasi dengan orang lain dengan mudah.

Komunikasi dengan menggunakan media sosial dapat menjadi solusi untuk bersilaturahmi  yang  tidak  dapat  dilakukan  secara  langsung  karena  terbatasnya  jarak  dan waktu. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam QS. An-Nisa ayat 1 yaitu :

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيْرًا وَّنِسَاۤءً ۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِهٖ وَالْاَرْحَامَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

Artinya: “Wahai manusia! Bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (hawa) dari (diri)nya: dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertaqwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.

Selain itu, hal tersebut juga dijelaskan oleh HR. Bukhari dan Muslim yaitu “Bahwasanya ada seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu’alaihi wasalam: Wahai Rasulullah, beritahukan sesuatu kepadaku tentang sesuatu yang bisa memasukkan aku ke dalam syurga dan menjauhkanku dari neraka maka Nabi Shallallahu’alaihi wasalam bersabda: Sungguh dia telah diberi taufik, atau sungguh telah   diberi   hidayah,   apa   yang   tadi   engkau   katakan?   Lalu   orang   itu  mengulangi perkataannya. Setelah itu Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: Engkau beribadah kepada   Allah  dan   tidak   menyekutukannya   dengan   sesuatu   pun,   menegakkan   shalat, membayar zakat, dan engkau menyambung silaturrahmi.

Setelah orang itu pergi, Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: Jika dia melaksanakan apa yang aku perintahkan tadi, pastilah dia masuk syurga.” Selanjutnya dijelaskan juga “Bagi siapa yang ingin dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi.” (Muttafaqun „alaihi).

Kegiatan silaturahmi merupakan kegiatan penting dan wajib bagi seseorang, karena manusia merupakan mahluk sosial  yang  membutuhkan  komunikasi  dengan  sesama.  Oleh karena itu, hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan sesamanya harus senantiasa berjalan beriringan. Dengan demikian, seseorang akan dijaga dan diawasi oleh Allah, dilapangkan rezekinya, dipanjangkan umurnya, diberi hidayah, dan akan masuk surga jika senantiasa menyambung tali silaturahmi.

 

C.  MANFAAT MEDIA SOSIAL BAGI SEORANG MUSLIM

1.        Sarana untuk berdakwah

Seseorang dalam berkomunikasi pada zaman sekarang lebih aktif atau lebih senang berkomunikasi menggunakan media sosial ketimbang berkomunikasi secara langsung meskipun terkadang pokok pembahasan yang dibicarakan sepele atau tidak penting. Hal ini dikarenakan komunikasi menggunakan media sosial dapat melibatkan banyak orang yang dapat diajak untuk mengobrol atau mengikuti obrolan yang sedang dibahas meskipun mereka berjauhan. Selain itu, pokok pembahasan juga dapat diakses kapanpun dan dibahas kembali dengan  seseorang  yang  kebetulan  baru  melihat  chatingan  yang  ada  di  riwayat  media sosialnya. Dengan demikian, cara berdakwah dengan mengguakan media sosial dipandang sebagai alternatif dakwah yang efektif.

Dakwah melalui media sosial hendaknya dilakukan dengan ikhlas, dapat dipercaya, dan tujuannya hanyalah beribadah kepada Allah. Dakwah dengan memanfaatkan media sosial harus memperhatikan tata cara yang benar serta bahasa yang sederhana, menarik, mudah dimengerti, dan dipahami oleh semua kalangan, sehingga pesan yang disampaikan tidak menimbulkan multitafsir. Hal seperti yang dijelaskan dalam QS. al-Hajj ayat 31

حُنَفَاۤءَ لِلّٰهِ غَيْرَ مُشْرِكِيْنَ بِهٖۗ وَمَنْ يُّشْرِكْ بِاللّٰهِ فَكَاَنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاۤءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ اَوْ تَهْوِيْ بِهِ الرِّيْحُ فِيْ مَكَانٍ سَحِيْقٍ

Artinya “(Beribadahlah)   dengan   ikhlas   kepada  Allah   tanpa   menyekutukan-Nya, bagi siapa menyekutukan Allah maka seakan-akan ia jatuh dari langit lalu disambar oleh burung atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.”

Selanjutnya, pada QS. Fushshilat ayat 33 yang artinya “Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru menuju Allah dan mengerjakan kebajikan dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.”, serta QS. Yusuf ayat 108 yang artinya “Katakanlah: “Inilah jalanku (agamaku). Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata (ilmu dan keyakinan). Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang- orang yang musyrik.”

 

2.        Sarana informasi

Rubin (2004) menjabarkan tentang salah satu ciri dari informasi yaitu dikomunikasi kan atau disampaikan dari satu orang ke orang lain, seperti yang  disebutkan dalam bukunya bahwa “Some definitions suggest that the information must be true or accurate, or that its must be conveyed (that is communicated) from one person to another” (Rubin, 2004). Sejalan dengan hal tersebut, Taylor dalam Fitriani (2017: 148-152) juga mengemukakan bahwa informasi merupakan proses komunikasi dari pengetahuan, sehingga dapat dikatakan bahwa informasi merupakan bentuk baru dari pengetahuan. Terdapat aspek penting dalam informasi, yaitu “direkam” dan “dikomunikasikan”. Maksud terekam di sini adalah telah dinyatakan, dibuatkan kode, dan disimpan dalam media tertentu. Setelah informasi tersebut direkam selanjutnya dikomunikasikan. Proses ini disebut juga dengan proses penyebaran informasi. Dalam  penyebaran  informasi, terdapat penyedia  dan  penerima informasi  dimana masing- masing memiliki faktor internal dan eksternal yang saling terkait dan mempengaruhi dalam menyebarkan informasi.

Dalam metode penyebaran informasi, penyedia harus menyesuaikan dengan target penerima. Untuk itu, perlu adanya strategi penyebaran untuk menggunakan sarana yang efektif, salah satunya melalui media sosial. Media sosial merupakan tempat untuk berkomunikasi dan berinteraksi antara setiap orang tanpa terhalang oleh ruang dan waktu.

Media sosial memiliki sifat yang melekat dan universal sehingga membuatnya jauh lebih kuat daripada media tradisional. Sifat media sosial diantaranya yaitu akses/ jangkauannya lebih  luas,  interaktif,  cepat  tersampaikan,  dan  tahan  lama,  dimana informasi yang dimuat di media sosial akan tetap tersedia sekalipun sudah lama berlalu. Berdasarkan sifat-sifat tersebut, media sosial menjadi sarana yang tepat untuk berkomunikasi dalam menyebarkan informasi. Dengan demikian, media sosial dapat dikatakan sebagai media yang memudahkan seseorang untuk memberi maupun mendapatkan informasi dengan mudah. Satu informasi yang disampaikan seseorang dapat diakses oleh banyak  orang pada waktu yang bersamaan sekalipun berada di tempat yang lokasinya berjauhan.

Sebagai  seorang   muslim   hendaknya   dalam   menyampaikan   informasi,   termasuk informasi melalui media sosial, agar informasi disampaikan dengan baik, benar, dan bijak. Informasi yang diterima harus ditelaah terlebih dahulu kebenarannya hingga merasa yakin tentang kebenaran atas informasi tersebut. Hal ini seperti yang digambarkan dalam QS. Al- Furqan ayat 56 bahwa “Dan tidaklah kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan hanya sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan.”

 

3.        Sarana untuk berbisnis

Berkembangnya media sosial dapat mengubah perilaku masyarakat, termasuk transaksi jual beli. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, seseorang dapat dengan mudah tanpa harus datang langsung  ke tempat  penjual. Perilaku  semacam  ini  sangat  berpeluang  digunakan sebagai ladang bisnis online. Di sisi lain, pembeli dapat menghemat waktu dan biaya untuk berbelanja terlebih bagi orang yang sibuk, tidak memiliki waktu luang untuk berbelanja. Hal- hal positif seperti inilah yang dapat menjunjung tinggi syariat Islam. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam QS. An-Nisa ayat 29 bahwa “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perdagangan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu”. Adapun menurut QS. al- Baqarah  ayat  275  bahwa  “Dan  Allah menghalalkan jual  beli dan  mengharamkan  riba.” Dalam HR. Ibnu Majjah dikatakan bahwa “Jual beli itu berdasarkan kerelaan antara kedua belah  pihak  (penjual  dan  pembeli).  Kemudian  oleh  Muttafaq  „alaih dikatakan  bahwa “Sesungguhnya  Allah  telah  mengharamkan  jual  beli khamer,  bangkai,  babi,  dan  patung (berhala).”

Terlepas dari kajian fiqih yang memperselisihkan perbedaan pendapat mengenai boleh atau tidaknya transaksi jual beli dengan menggunakan media sosial/media elektronik atau jual beli secara online. Hal ini dikarenakan terkadang barang yang diterima konsumen tidak sesuai dengan pesanan, barang yang diterima rusak, barang yang dipesan terlambat sampai ke konsumen, dan masalah-masalah yang lain. Namun terlepas dari hal itu semua, bisnis secara online hendaknya dilakukan dengan jujur (tidak ada unsur tipu daya), suka sama suka (tidak memaksakan kehendak), dan barang yang diperjualbelikan halal.

 

4.        Sarana mendapatkan hiburan

Pergeseran masyarakat akan ketertarikan terhadap media sosial tampak semakin nyata. Kini, sebagian besar orang lebih tertarik mencari hiburan di media sosial. Seperti halnya zaman dahulu, ketika baru ada televisi, seseorang mulai berpindah mendapatkan hiburan dari radio  ke  televisi,  dan  sekarang  bergeser  dari  televisi  ke  media  sosial.  Media  sosial memberikan informasi dan hiburan yang lebih cepat/terkini.

 

5.        Sarana mempertemukan orang-orang dengan minat yang sama

Ketika  memilih  untuk  berpartisipasi  dalam  sebuah  komunitas  di  jejaring  sosial, seseorang dapat memilih komunitas yang sesuai dan diinginkan. Misalnya komunitas buku, komunitas yoga, atau komunitas olahraga tertentu. Manfaat ini memungkinkan seseorang untuk dapat saling berbagi pengalaman ataupun tips dan trik mengenai sesuatu. Manfaat sosial media dalam aspek ini bahkan dapat menyelamatkan nyawa seseorang. Banyak komunitas sosial yang berkumpul untuk mencari dan membagikan donasi. Misalnya komunitas pendukung penderita kanker yang bertujuan untuk menyelamatkan para pasien atau memberi mereka kesempatan untuk mewujudkan impian mereka.

Banyak komunitas di media sosial, seperti komunitas petani cabai, komunitas petani padi, komunitas nelayan, komunitas pecinta burung, komunitas peternak, dan komunitas pegawai. Biasanya komunitas tersebut saling berbagi masalah dan solusi yang tepat dalam memecahkan masalah yang ada di komunitas tersebut.

 

6.        Menghindari hal-hal negatif di media sosial

Setiap  muslim  hendaknya  menghindari  upload  maupun  men-share  foto  atau  video berpose vulgar atau berkonten pornografi, berlebihan dalam bersuka cita, mengeluh, hingga berdoa di media sosial. Dalam keseharian, sudah menjadi hal yang lumrah seseorang men- upload foto maupun video, namun seolah-olah hanya mengumbar kecantikan maupun ketampanan,  atau  kesuksesan  yang  mengedepankan  sifat  ria  dan  ingin  dipuji.  Hal-hal demikian seharusnya dihindari, terlebih jika yang di-upload berkonten fulgar dengan mempertontonkan aurat.

Mengeluh di media sosial tidak akan memberikan manfaat dan tidak mengubah apapun, apalagi jika hanya karena ingin dikasihani, hal tersebut justra akan membuat orang menganggapnya sebagai orang yang mudah menyerah, tidak percaya diri, dan tidak bersyukur atas apa yang Allah berikan. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam al-Qur‟an bahwa “Sungguh manusia diciptakan bersifat suka mengeluh. Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah. Dan apabila mendapat kebaikan (harta) ia jadi kikir.” (QS. al-Ma‟arij: 19–21).

Berlebihan dalam bersuka-cita dan men-share-nya ke media sosial tidak dianjurkan, karena tidak semua orang yang berteman di media sosial dalam keadaan ceria, namun bisa jadi ada yang sedang sedih. Apalagi hanya berbagi kegembiraan/kebahagiaan melalui media sosial kepada orang lain, tetapi tidak berbagi kebahagiaan tersebut secara langsung, hal ini sebagaimana telah digambarkan dalam QS. al-Ma‟arij ayat 21.

Setiap muslim hendaknya menghindari berdoa di media sosial, karena belum tentu pemilik media sosial akan mengabulkan doa yang dipanjatkan. Apalagi berdoa di media sosial hanya karena ingin dianggap sebagai orang yang tawadhu dan alim. Kegiatan semacam itu tidak akan mengubah apapun dan tidak ada manfaatnya. Oleh karena itu, agar manusia berdoa hanya kepada Allah SWT dengan khusyu dan ikhlas.

Dalam Islam telah diperingatkan tentang pertanggungjawaban atas segala hal, diantaranya "Tidak ada satu kata yang diucapkannya, melainkan ada di susunya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat) (QS. Qaf: 18). Dengan menyaring setiap informasi yang diterima dan akan disebarluaskan, media sosial dapat digunakan secara strategis sebagai sarana dakwah di tengah gersangnya khazanah ilmu dan informasi yang seimbang tentang Islam.

 

7.        Sarana komunikasi dan silaturahmi

Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan interaksi dengan manusia lainnya, baik yang berada di sekitarnya maupun yang jauh darinya. Kegiatan interaksi sekarang ini cenderung lebih aktif dilakukan di media sosial ketimbang secara langsung, bahkan dengan orang yang tinggal di sekitarnya. Interaksi dapat dilakukan dimana saja seolah-olah tanpa ada


BAB III

PENUTUP

 

A.    KESIMPULAN

Sebagai   seorang   muslim   harus     menjunjung   tinggi   adab   maupun   etika   dalam bersosialisasi dengan sesama manusia, kapanpun dan dimanapun berada, termasuk ketika bersosialisasi dengan menggunakan media sosial. Seorang muslim juga harus menghormati orang  lain  sebagai  sesama  mahluk  ciptaan  Allah  SWT,  karena  setiap  perbuatan  yang dikerjakan  di  dunia  ini  akan  dipertanggungjawabkan  kelak  di  akhirat.  Media  sosial seyogyanya digunakan dengan bijak dan bertanggung jawab. Jika media sosial digunakan dengan baik dan bijak, dapat terhindar dari perbuatan-perbuatan menyakiti orang lain bahkan orang lain dapat merasa senang dan terhibur. Banyak manfaat baik yang didapat dari penggunaan  media  sosial  serta  mendapatkan  pahala  dan  rida  Allah  SWT,  tergantung seseorang yang menggunakannya dengan baik atau tidak.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

semoga bermanfaat