ADAB MENGGUNAKAN MEDIA SOSIAL
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MEDIA SOSIAL
Penggunaan media
sosial di masyarakat
akhir-akhir ini cukup
memprihatin-kan, terutama di kalangan
remaja. Media sosial
yang seyogyanya digunakan
sebagai sarana interaksi dan sosialisasi
agar silaturahmi tetap terjaga tanpa terhalang oleh waktu dan tempat, kini
sering disalahgunakan. Media sosial cenderung digunakan sebagai ajang pamer,
seperti pamer harta, pamer kemesraan dengan pasangan, pamer kata-kata bijak
agar dianggap baik dan pintar, pamer beribadah agar dianggap alim, pamer
bersedekah agar dianggap dermawan, pamer kesuksesan, dan pamer hal-hal lain
yang berujung pada unsur ria atau sombong serta ingin dipuji; ajang maksiat seperti mengekpos berita-berita bohong, gibah,
fitnah, ujaran kebencian, memamerkan
keindahan tubuh (kecantikan,
kegantengan), atau mengekspos gambar atau video yang tidak
layak; serta perbuatan-perbuatan maksiat lainnya. Media sosial seakan sudah
menjadi candu bagi masyarakat Indonesia khususnya di kalangan remaja. Remaja masa kini, tidak
bisa lepas hampir 24 jam dari smartphonenya. Facebook, twitter, path, youtube,
instagram, line, dan whatsapp adalah media sosial yang sering digunakan oleh
kalangan remaja yang memang menarik untuk digunakan oleh remaja.
B. RUMUSAN MASALAH
- 1. Bagaimana Fenomena media sosial ?
- 2. Bagaimana Adab menggunakan media sosial ?
- 3. Apa saja Manfaat media sosial bagi seorang muslim ?
C. TUJUAN PENYUSUNAN MAKALAH
1. Untuk
memenuhi tugas mata pelajaran Agama
2.
Agar Siswa dan
Siswi SMK Bhakti Praja mengeetahui Fenomena media sosial
3.
Agar Siswa dan
Siswi SMK Bhakti Praja mengeetahui Adab menggunakan media sosial
4.
Agar Siswa dan
Siswi SMK Bhakti Praja mengetahui Manfaat media sosial bagi seorang muslim
BAB
II
PEMBAHASAN
A. FENOMENA MEDIA SOSIAL
Fenomena media
sosial di tengah zaman yang penuh inovasi teknologi komunikasi di dunia maya
sangat berperan dalam aktivitas keseharian bersosial di masyarakat. Karena
media sosial atau yang sering disebut dengan sebutan medsos sangat banyak
menawarkan kemudahan yang membuat remaja betah berlama-lama. Namun, kemudahan
ini medsos ini banyak disalahgunakan oleh mereka yang tidak bertanggungjawab.
Kegiatan yang seharusnya menjadi sarana
beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah justru dikotori dengan
perbuatan-perbuatan kemungkaran tanpa memperhatikan adab maupun etika, sehingga
kita terjauh dari Allah, bahkan justru malah mendapatkan murka Allah SWT.
Sebagaimana Firman-Nya dalam al-qur‟an surat An-Nur ayat 11 berikut.
Artinya: Sesungguhnya
orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga.
janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah
baik bagi kamu. tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat Balasan dari dosa yang
dikerjakannya. dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar
dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar. (QS. an-Nur
[24]: 11)
Kehadiran media
sosial sangat membantu manusia khususnya di era 4.0 sekarang ini. Selain
digunakan untuk mempublikasikan konten seperti profil, aktivitas kegiatan
sehari -hari, interaksi melalui jejaring sosial, juga dapat digunakan untuk
berjualan dan bertransaksi keuangan. Namun, seiring perkembangan teknologi yang
begitu pesat, media sosial juga dapat menjadi ajang permusuhan dan pertikaian.
Misalnya group Whatsapp, saat
mendapatkan broadcast atau
informasi dari seseorang yang ada di group tersebut, selalu ada satu atau dua
orang atau bahkan juga bisa lebih yang meneruskan informasi tersebut ke group
lainnya. Jika informasi tersebut benar maka tidak menjadi masalah. Namun, jika
informasi tersebut salah (bohong =hoax),
maka akan menjadi masalah dan amarah. Kabar bohong atau hoax yang beredar di dunia maya akan mengundang amarah pengguna,
karena digunakan tanpa ada rasa tanggung jawab. Meskipun, sebagian orang akan
memverifikasi kebenaran informasi yang diterimanya.
B. ADAB MENGGUNAKAN MEDIA SOSIAL
1. Menyampaikan informasi dengan benar
Menyampaikan
informasi dengan benar, tidak merekayasa atau memanipulasi fakta, serta menahan
diri untuk tidak menyebarluaskan informasi tertentu di media sosial yang fakta
atau kebenarannya belum diketahui secara pasti. Istilah ini disebut qaul zur yang berarti perkataan buruk
atau kesaksian palsu. Termasuk dalam kategori ini diantaranya memperindah suatu
kebohongan atau tazyin al-kizb.
Orang yang senantiasa jujur disebut shiddiq
dan merupakan salah satu jalan menuju surga. Adapun orang yang suka
berbohong disebut al-kizb atau kadzdzab, dan celakalah bagi orang
yang suka berbohong karena hanya akan menjerumuskan diri kepada perbuatan dosa
yang mengarah ke neraka.
Dalam Alquran
QS. al-Hajj ayat
30, perintah menjauhi
qaul zur atau al-kizb
disampaikan bersamaan dengan larangan menyembah berhala. Kesaksian palsu
merupakan dosa besar, sama dengan dosa syirik. Di ayat lain yaitu QS. al-An‟am
ayat 112, Allah SWT menjadikan manusia yang suka berbohong atau memberi atau
menyebarkan informasi palsu demi kepuasan diri sendiri maupun kelompoknya
sebagai musuh para Nabi dan Allah.
Artinya:
dan
Demikianlah Kami jadikan
bagi tiap-tiap Nabi
itu musuh, Yaitu
syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan
jenis) jin, sebahagian
mereka membisikkan kepada
sebahagian yang lain
perkataan- perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau
Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah
mereka dan apa yang mereka ada-adakan. (QS. al-An‟am [6]: 112)
Dusta merupakan sumber segala keburukan, oleh sebab
itu syari‟at mengharamkannya dan mengancam pelakunya dengan hukuman. Hal ini
dikarenakan dusta menyimpan bahaya- bahaya besar dan keburukan yang banyak.
Dari keburukan-keburukan tersebut diantaranya rusaknya reputasi pelaku,
jatuhnya kehormatan pelaku, hilang akhlak, dan lemahnya kepercayaan.
2. Menghindari prasangka su'udzon atau buruk sangka,
gibah, fitnah, dan tajassus
Dalam
bahasa hukum, penyampai informasi melalui media sosial hendaknya memegang
teguh "asas praduga tak bersalah". Prasangka
yang tidak berdasar dapat
membahayakan, karena dapat memicu bullying
dan pembunuhan karakter.
3. Meneliti fakta
Untuk mencapai ketetapan data dan fakta, seorang
muslim hendaknya mengecek dan meneliti kebenaran fakta dengan informasi awal yang diperoleh
agar tidak terjadi gibah, fitnah, dan tajassus.
Tajassus berarti mencari-cari
kesalahan orang lain. Hal ini seperti yang tercantum dalam QS. al-Hujarat ayat
6.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ
اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا
قَوْمًا ۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ
Artinya: “Wahai
orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa
suatu berita, maka telitilah kebenaranya, agar kamu tidak mencelakakan suatu
kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatan
itu.”
Sementara itu, gibah adalah membicarakan aib atau
keburukan orang lain. Mencari kesalahan orang lain dan menggunjing termasuk
dosa besar dan para pelakunya harus segera bertaubat dan meminta maaf kepada
orang yang bersangkutan.
Seorang muslim hendaknya menjauhi sifat ikut campur
urusan orang lain dengan menggunjingkannya, berprasangka buruk, dan sengaja
mencari-cari keburukan orang lain. Orang yang berbuat demikian diibaratkan
memakan daging saudaranya sendiri yang sudah mati atau orang yang berbuat
demikian diibaratkan bersifat kanibal.
Apabila ada berita dari media massa, media sosial,
maupun dari seseorang agar diteliti kebenarannya sebelum di-share ke orang lain, karena perbuatan
tersebut dapat menimbulkan gibah bahkan fitnah terhadap orang lain atau
kelompok lain sehingga menimbulkan keributan dan kekacauan
atas pemberitaan yang dimuat.
Seorang muslim harus
menjauhi tindakan bodoh dan ceroboh,
yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Perbuatan fitnah lebih berbahaya dari perkara
pembunuhan, sedangkan pembunuhan merupakan perbuatan dosa besar. Dalam ilmu
fikih, pembunuhan termasuk kegiatan hudud.
Membicarakan perkara orang lain yang kebenarannya dapat dipertanggung
jawabkan saja tidak dibenarkan, apalagi membicarakan perkara orang lain yang
belum jelas kebenarannya. Oleh karena itu, seorang muslim hendaknya menjauhi
perkara-perkara tersebut agar terhindar dari perbuatan gibah dan fitnah.
Apalagi dengan men-share berita
ke media sosial, setiap orang dapat melihat perkara yang digunjingkan tersebut.
Hal ini dapat lebih membahayakan karena dampaknya lebih luas lagi.
4. Menghindari namimah atau mengadu domba
Namimah atau mengadu
domba maksudnya membawa
suatu berita kepada
pihak tertentu dengan maksud untuk mengadu domba pihak tersebut dengan
pihak lain. Namimah juga dapat
berarti provokasi untuk tujuan tertentu. Sebaiknya seorang muslim berhati-hati
ketika mendapatkan berita melalui media sosial dan tidak buru-buru men-share
berita-berita yang belum diketahui kebenarannya. Jika telah diketahui
kebenarannya, berita tersebut hendaknya dipertimbangkan terlebih dahulu apakah
berita tersebut memberikan manfaat atau justru mendatangkan madarat,
mendatangkan gibah maupun fitnah, serta mendatangkan ketenteraman atau justru
menimbulkan kekacauan.
Dalam QS. al-An‟am ayat
153 dikatakan bahwa :
وَاَنَّ هٰذَا صِرَاطِيْ مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُ
ۚوَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهٖ ۗذٰلِكُمْ
وَصّٰىكُمْ بِهٖ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
Artinya : ”Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang
lurus. Maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan
menceraiberaikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu
agar kamu bertakwa.”
Dari ayat tersebut
dianjurkan agar manusia berpegang teguh dengan hal-hal yang Allah perintahkan,
karena hal itu yang dapat membuat taqwa, tidak mengikuti hawa nafsu dan bisikan
setan yang dapat menjauhkan diri dari sifat taqwa, serta tidak suka men-share hal-hal yang dapat mengadu
domba dan memprovokasi demi kesenangan nafsu pribadi dan golongan, karena
tindakan demikian tidak dibenarkan dalam Islam, dan perbuatan-perbuatan
tersebut dapat menjauhkan manusia dari sifat-sifat taqwa karena mengedepankan
nafsu dan bisikan setan semata.
5. Menghindari sukhriyah
Sukhriyah berarti merendahkan atau
mengolok-ngolok orang lain. Mengolok-ngolok, merendahkan orang lain,
mencaci-maki, atau melakukan tindakan penghinaan dapat menumbuhkan kebencian.
Dalam QS. al-Hujurat ayat 11 dijelaskan bahwa Allah melarang orang beriman
laki-laki atau perempuan mengolok-olok satu dengan yang lainnya. Boleh jadi
yang diolok-olok lebih mulia di sisi Allah.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ
مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ
نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا
اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ
بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
Artinya :
Wahai orang-orang yang beriman,
janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka
(yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan
jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh
jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang
mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan
julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) fasik setelah
beriman. Siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang zalim.
Karaktristik
dunia maya sangat bebas dan seolah-olah tanpa batas menjangkau seluruh lapisan
masyarakat dan tingkatan umur tanpa terkecuali anak-anak bahkan balitapun sudah
dapat mengakses dunia maya. Kondisi ini memungkinkan setiap orang melakukan
tindakan- tindakan negatif yang dapat merugikan pihak lain, baik pribadi maupun
kelompok, dengan modus tanpa identitas (anonim) maupun ditujukan/disebutkan
secara langsung atau terang- terangan, sehingga memicu provokasi dan adu domba
(flamming dan trolling). Untuk itu, para pengguna
media sosial perlu menjaga kehati-hatian dan adab kesopanan dalam bertutur kata
di media sosial.
Dengan
mengolok-olok orang lain, mencaci maki, menghina secara langsung apalagi dengan
men-share ke media sosial yang
dampaknya lebih luas lagi, justru dapat membongkar aib diri sendiri, bahwa
orang tersebut suka mencaci maki, menghina, tidak punya sopan santun, dan tidak
beradab, karena hal-hal yang di-share merupakan
cerminkan jati dirinya.
Sekarang
ini, mengolok-olok, mencela, menyebut dengan
dengan sebutan/ gelar/ panggilan yang tujuannya menghina seseorang maupun
kelompok tertentu seolah-olah sudah menjadi hal yang lumrah, apalagi jika
berhubungan dengan partai politik, pemilihan pimpinan daerah hingga pemilihan
presiden, dengan tujuan untuk menjatuhkan harkat dan martabat orang/kelompok
tertentu dan mengalahkannya di pemilu. Seolah-olah tindakan yang dilakukan
tersebut dibenarkan, padahal tindakan yang dilakukan tersebut hanyalah demi
pemuasan hawa nafsu semata.
Seseorang
atau kelompok dengan mudah membuat sebutan- sebutan yang tidak baik kepada
orang/kelompok lain. Orang yang suka mengolok-olok, mencela, menyebut dengan
panggilan yang tidak baik, bisa jadi merupakan cerminan diri. Untuk itu,
hendaknya seorang muslim menghindari perbuatan tersebut dan segera bertobat
agar terhindar dari perbuatan zalim. "Setiap
umatku mendapat pemaafan kecuali orang yang menceritakan aibnya sendiri.
6. Bijak dalam bermedia sosial
Setiap muslim hendaknya bijak dalam menggunakan media
sosial dengan mengedepankan etika, logika, dan perasaan serta berbagi nasihat
yang baik, bijak, dan ikhlas. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam QS. an-Nahl
ayat 125 yaitu: “Serulah (manusia)
kepada batasan yang menghalangi. Seseorang dapat mengirimkan kabar atau
kejadian maupun kegiatan saat ini, dan dapat langsung dikabarkan kepada orang
lain saat itu juga dan dimana saja. Dengan media sosial, seseorang dapat
senantiasa berkomunikasi dengan orang lain dengan mudah.
Komunikasi
dengan menggunakan media sosial dapat menjadi solusi untuk bersilaturahmi yang
tidak dapat dilakukan
secara langsung karena
terbatasnya jarak dan waktu. Hal ini seperti yang dijelaskan
dalam QS. An-Nisa ayat 1 yaitu :
يٰٓاَيُّهَا
النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ
وَّخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيْرًا وَّنِسَاۤءً ۚ
وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِهٖ وَالْاَرْحَامَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ
كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
Artinya: “Wahai manusia! Bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah
menciptakan kamu dari diri yang satu (adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya
(hawa) dari (diri)nya: dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki
dan perempuan yang banyak. Bertaqwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu
saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah
selalu menjaga dan mengawasimu.
” Selain itu, hal tersebut juga
dijelaskan oleh HR. Bukhari dan Muslim yaitu “Bahwasanya ada seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu’alaihi
wasalam: Wahai Rasulullah, beritahukan sesuatu kepadaku tentang sesuatu yang
bisa memasukkan aku ke dalam syurga dan menjauhkanku dari neraka maka Nabi
Shallallahu’alaihi wasalam bersabda: Sungguh dia telah diberi taufik, atau
sungguh telah diberi hidayah,
apa yang tadi
engkau katakan? Lalu
orang itu mengulangi perkataannya. Setelah itu Nabi
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: Engkau beribadah kepada Allah
dan tidak menyekutukannya dengan
sesuatu pun,
menegakkan shalat, membayar
zakat, dan engkau menyambung silaturrahmi.
Setelah orang itu pergi, Nabi Shallallahu’alaihi
wasallam bersabda: Jika dia melaksanakan apa yang aku perintahkan tadi,
pastilah dia masuk syurga.” Selanjutnya dijelaskan juga “Bagi siapa yang ingin dilapangkan rizkinya
dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi.” (Muttafaqun
„alaihi).
Kegiatan
silaturahmi merupakan kegiatan penting dan wajib bagi seseorang, karena manusia
merupakan mahluk sosial yang membutuhkan
komunikasi dengan sesama.
Oleh karena itu, hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia
dengan sesamanya harus senantiasa berjalan beriringan. Dengan demikian,
seseorang akan dijaga dan diawasi oleh Allah, dilapangkan rezekinya,
dipanjangkan umurnya, diberi hidayah, dan akan masuk surga jika senantiasa
menyambung tali silaturahmi.
C. MANFAAT MEDIA SOSIAL BAGI SEORANG
MUSLIM
1.
Sarana
untuk berdakwah
Seseorang
dalam berkomunikasi pada zaman sekarang lebih aktif atau lebih senang berkomunikasi
menggunakan media sosial ketimbang berkomunikasi secara langsung meskipun
terkadang pokok pembahasan yang dibicarakan sepele atau tidak penting. Hal ini
dikarenakan komunikasi menggunakan media sosial dapat melibatkan banyak orang
yang dapat diajak untuk mengobrol atau mengikuti obrolan yang sedang dibahas
meskipun mereka berjauhan. Selain itu, pokok pembahasan juga dapat diakses
kapanpun dan dibahas kembali dengan
seseorang yang kebetulan
baru melihat chatingan yang
ada di riwayat
media sosialnya. Dengan demikian, cara berdakwah dengan mengguakan media
sosial dipandang sebagai alternatif dakwah yang efektif.
Dakwah
melalui media sosial hendaknya dilakukan dengan ikhlas, dapat dipercaya, dan
tujuannya hanyalah beribadah kepada Allah. Dakwah dengan memanfaatkan media
sosial harus memperhatikan tata cara yang benar serta bahasa yang sederhana,
menarik, mudah dimengerti, dan dipahami oleh semua kalangan, sehingga pesan
yang disampaikan tidak menimbulkan multitafsir. Hal seperti yang dijelaskan
dalam QS. al-Hajj ayat 31
حُنَفَاۤءَ
لِلّٰهِ غَيْرَ مُشْرِكِيْنَ بِهٖۗ وَمَنْ يُّشْرِكْ بِاللّٰهِ فَكَاَنَّمَا خَرَّ
مِنَ السَّمَاۤءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ اَوْ تَهْوِيْ بِهِ الرِّيْحُ فِيْ
مَكَانٍ سَحِيْقٍ
Artinya
“(Beribadahlah) dengan ikhlas
kepada Allah tanpa
menyekutukan-Nya, bagi siapa menyekutukan Allah maka seakan-akan ia
jatuh dari langit lalu disambar oleh burung atau diterbangkan angin ke tempat
yang jauh.”
Selanjutnya,
pada QS. Fushshilat ayat 33 yang artinya “Dan
siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru menuju Allah
dan mengerjakan kebajikan dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang
yang berserah diri.”, serta QS. Yusuf ayat 108 yang artinya “Katakanlah: “Inilah jalanku (agamaku). Aku
dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah
yang nyata (ilmu dan keyakinan). Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-
orang yang musyrik.”
2.
Sarana
informasi
Rubin
(2004) menjabarkan tentang salah satu ciri dari informasi yaitu dikomunikasi
kan atau disampaikan dari satu orang ke orang lain, seperti yang disebutkan dalam bukunya bahwa “Some definitions suggest that the
information must be true or accurate, or that its must be conveyed (that is
communicated) from one person to another” (Rubin, 2004). Sejalan dengan
hal tersebut, Taylor dalam Fitriani (2017: 148-152) juga mengemukakan bahwa
informasi merupakan proses komunikasi dari pengetahuan, sehingga dapat
dikatakan bahwa informasi merupakan bentuk baru dari pengetahuan. Terdapat
aspek penting dalam informasi, yaitu “direkam” dan “dikomunikasikan”. Maksud
terekam di sini adalah telah dinyatakan, dibuatkan kode, dan disimpan dalam
media tertentu. Setelah informasi tersebut direkam selanjutnya dikomunikasikan.
Proses ini disebut juga dengan proses penyebaran informasi. Dalam penyebaran
informasi, terdapat penyedia dan penerima informasi dimana masing- masing memiliki faktor
internal dan eksternal yang saling terkait dan mempengaruhi dalam menyebarkan
informasi.
Dalam
metode penyebaran informasi, penyedia harus menyesuaikan dengan target
penerima. Untuk itu, perlu adanya strategi penyebaran untuk menggunakan sarana
yang efektif, salah satunya melalui media sosial. Media sosial merupakan tempat
untuk berkomunikasi dan berinteraksi antara setiap orang tanpa terhalang oleh
ruang dan waktu.
Media
sosial memiliki sifat yang melekat dan universal sehingga membuatnya jauh lebih
kuat daripada media tradisional. Sifat media sosial diantaranya yaitu akses/ jangkauannya
lebih luas, interaktif,
cepat tersampaikan, dan
tahan lama, dimana informasi yang dimuat di media sosial
akan tetap tersedia sekalipun sudah lama berlalu. Berdasarkan sifat-sifat tersebut,
media sosial menjadi sarana yang tepat untuk berkomunikasi dalam menyebarkan
informasi. Dengan demikian, media sosial dapat dikatakan sebagai media yang
memudahkan seseorang untuk memberi maupun mendapatkan informasi dengan mudah.
Satu informasi yang disampaikan seseorang dapat diakses oleh banyak orang pada waktu yang bersamaan sekalipun
berada di tempat yang lokasinya berjauhan.
Sebagai
seorang
muslim hendaknya dalam
menyampaikan informasi, termasuk informasi melalui media sosial,
agar informasi disampaikan dengan baik, benar, dan bijak. Informasi yang
diterima harus ditelaah terlebih dahulu kebenarannya hingga merasa yakin
tentang kebenaran atas informasi tersebut. Hal ini seperti yang digambarkan
dalam QS. Al- Furqan ayat 56 bahwa “Dan
tidaklah kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan hanya sebagai pembawa kabar
gembira dan pemberi peringatan.”
3.
Sarana
untuk berbisnis
Berkembangnya
media sosial dapat mengubah perilaku masyarakat, termasuk transaksi jual beli.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup, seseorang dapat dengan mudah tanpa harus datang
langsung ke tempat penjual. Perilaku semacam
ini sangat berpeluang
digunakan sebagai ladang bisnis online.
Di sisi lain, pembeli dapat menghemat waktu dan biaya untuk berbelanja terlebih
bagi orang yang sibuk, tidak memiliki waktu luang untuk berbelanja. Hal- hal
positif seperti inilah yang dapat menjunjung tinggi syariat Islam. Hal ini
seperti yang dijelaskan dalam QS. An-Nisa ayat 29 bahwa “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perdagangan yang
berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu; Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu”. Adapun menurut QS. al-
Baqarah ayat 275
bahwa “Dan Allah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan
riba.” Dalam HR. Ibnu Majjah dikatakan bahwa “Jual beli itu berdasarkan kerelaan antara
kedua belah pihak (penjual
dan pembeli).” Kemudian
oleh Muttafaq „alaih dikatakan bahwa “Sesungguhnya Allah
telah mengharamkan jual beli
khamer, bangkai, babi,
dan patung (berhala).”
Terlepas
dari kajian fiqih yang
memperselisihkan perbedaan pendapat mengenai boleh atau tidaknya transaksi jual
beli dengan menggunakan media sosial/media elektronik atau jual beli secara online. Hal ini dikarenakan terkadang
barang yang diterima konsumen tidak sesuai dengan pesanan, barang yang diterima
rusak, barang yang dipesan terlambat sampai ke konsumen, dan masalah-masalah
yang lain. Namun terlepas dari hal itu semua, bisnis secara online hendaknya dilakukan dengan
jujur (tidak ada unsur tipu daya), suka sama suka (tidak memaksakan kehendak),
dan barang yang diperjualbelikan halal.
4.
Sarana
mendapatkan hiburan
Pergeseran
masyarakat akan ketertarikan terhadap media sosial tampak semakin nyata. Kini,
sebagian besar orang lebih tertarik mencari hiburan di media sosial. Seperti
halnya zaman dahulu, ketika baru ada televisi, seseorang mulai berpindah
mendapatkan hiburan dari radio ke televisi,
dan sekarang bergeser
dari televisi ke
media sosial. Media
sosial memberikan informasi dan hiburan yang lebih cepat/terkini.
5.
Sarana
mempertemukan orang-orang dengan minat yang sama
Ketika memilih
untuk berpartisipasi dalam
sebuah komunitas di
jejaring sosial, seseorang dapat
memilih komunitas yang sesuai dan diinginkan. Misalnya komunitas buku,
komunitas yoga, atau komunitas olahraga tertentu. Manfaat ini memungkinkan
seseorang untuk dapat saling berbagi pengalaman ataupun tips dan trik mengenai
sesuatu. Manfaat sosial media dalam aspek ini bahkan dapat menyelamatkan nyawa
seseorang. Banyak komunitas sosial yang berkumpul untuk mencari dan membagikan
donasi. Misalnya komunitas pendukung penderita kanker yang bertujuan untuk
menyelamatkan para pasien atau memberi mereka kesempatan untuk mewujudkan
impian mereka.
Banyak
komunitas di media sosial, seperti komunitas petani cabai, komunitas petani
padi, komunitas nelayan, komunitas pecinta burung, komunitas peternak, dan
komunitas pegawai. Biasanya komunitas tersebut saling berbagi masalah dan solusi
yang tepat dalam memecahkan masalah yang ada di komunitas tersebut.
6.
Menghindari
hal-hal negatif di media sosial
Setiap muslim
hendaknya menghindari upload maupun
men-share foto
atau video berpose vulgar atau
berkonten pornografi, berlebihan dalam bersuka cita, mengeluh, hingga berdoa di
media sosial. Dalam keseharian, sudah menjadi hal yang lumrah seseorang men- upload foto maupun video, namun
seolah-olah hanya mengumbar kecantikan maupun ketampanan, atau
kesuksesan yang mengedepankan
sifat ria dan
ingin dipuji. Hal-hal demikian seharusnya dihindari,
terlebih jika yang di-upload berkonten
fulgar dengan mempertontonkan aurat.
Mengeluh
di media sosial tidak akan memberikan manfaat dan tidak mengubah apapun,
apalagi jika hanya karena ingin dikasihani, hal tersebut justra akan membuat
orang menganggapnya sebagai orang yang mudah menyerah, tidak percaya diri, dan
tidak bersyukur atas apa yang Allah berikan. Hal ini seperti yang dijelaskan
dalam al-Qur‟an bahwa “Sungguh manusia
diciptakan bersifat suka mengeluh. Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh
kesah. Dan apabila mendapat kebaikan (harta) ia jadi kikir.” (QS.
al-Ma‟arij: 19–21).
Berlebihan
dalam bersuka-cita dan men-share-nya
ke media sosial tidak dianjurkan, karena tidak semua orang yang berteman di
media sosial dalam keadaan ceria, namun bisa jadi ada yang sedang sedih.
Apalagi hanya berbagi kegembiraan/kebahagiaan melalui media sosial kepada orang
lain, tetapi tidak berbagi kebahagiaan tersebut secara langsung, hal ini sebagaimana
telah digambarkan dalam QS. al-Ma‟arij ayat 21.
Setiap
muslim hendaknya menghindari berdoa di media sosial, karena belum tentu pemilik
media sosial akan mengabulkan doa yang dipanjatkan. Apalagi berdoa di media
sosial hanya karena ingin dianggap sebagai orang yang tawadhu dan alim. Kegiatan semacam itu tidak akan mengubah
apapun dan tidak ada manfaatnya. Oleh karena itu, agar manusia berdoa hanya
kepada Allah SWT dengan khusyu dan
ikhlas.
Dalam
Islam telah diperingatkan tentang pertanggungjawaban atas segala hal,
diantaranya "Tidak ada satu kata
yang diucapkannya, melainkan ada di susunya malaikat pengawas yang selalu siap
(mencatat) (QS. Qaf: 18). Dengan menyaring setiap informasi yang
diterima dan akan disebarluaskan, media sosial dapat digunakan secara strategis
sebagai sarana dakwah di tengah gersangnya khazanah ilmu dan informasi yang
seimbang tentang Islam.
7.
Sarana
komunikasi dan silaturahmi
Sebagai
makhluk sosial, manusia membutuhkan interaksi dengan manusia lainnya, baik yang
berada di sekitarnya maupun yang jauh darinya. Kegiatan interaksi sekarang ini
cenderung lebih aktif dilakukan di media sosial ketimbang secara langsung,
bahkan dengan orang yang tinggal di sekitarnya. Interaksi dapat dilakukan
dimana saja seolah-olah tanpa ada
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sebagai seorang
muslim harus menjunjung
tinggi adab maupun
etika dalam bersosialisasi
dengan sesama manusia, kapanpun dan dimanapun berada, termasuk ketika
bersosialisasi dengan menggunakan media sosial. Seorang muslim juga harus
menghormati orang lain sebagai
sesama mahluk ciptaan
Allah SWT, karena
setiap perbuatan yang dikerjakan di
dunia ini akan
dipertanggungjawabkan kelak di
akhirat. Media sosial seyogyanya digunakan dengan bijak dan
bertanggung jawab. Jika media sosial digunakan dengan baik dan bijak, dapat
terhindar dari perbuatan-perbuatan menyakiti orang lain bahkan orang lain dapat
merasa senang dan terhibur. Banyak manfaat baik yang didapat dari
penggunaan media sosial
serta mendapatkan pahala
dan rida Allah
SWT, tergantung seseorang yang
menggunakannya dengan baik atau tidak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
semoga bermanfaat