BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Ibrahim bin Adham (bahasa
Arab: إبراهيم بن أدهم; Ibrāhīm bin Adham) adalah seorang arif
besar yang hidup semasa dengan tiga imam Syiah: Imam Sajjad as, Imam Baqir as,
dan Imam Shadiq as. Namanya tidak termaktub
dalam kitab-kitab referensi kuno ilmu rijal. Akan tetapi, menurut pandangan
sebagian ulama, ia adalah seorang Syiah yang beraliran sufi.
Ibrahim bin Adham berasal dari keluarga ternama dan
penguasa kawasan Balkh. Akan tetapi, ia secara tiba-tiba beralih orientasi ke
dunia kezuhudan (tidak terikat kepada dunia dan materi). Setelah bertobat, ia
berangkat menuju Mekkah dan
berjumpa dengan para pembesar sufi di kota ini, seperti Sufyan al-Tsauri dan
Fudahil al-'Iyadh. Setelah beberapa waktu, ia berpindah ke Syam dan berdomisili
di daerah ini hingga akhir usia. Ibrahim bin Adham dikenal sebagai sumber
silsilah aliran-aliran tarekat sufi, seperti Tarekat Adhamiyyah dan Tarekat
Naqsyabandiyyah.
Banyak karya di bidang irfan yang menjelaskan tentang
biografi, nasehat serta sejarah perilaku dan perbuatan Ibrahim Adham. Ia
berpandangan bahwa menikah dan mempunyai keturunan tidak sesuai dengan
kezuhudan. Syaqiq al-Balkhi adalah salah satu murid Ibrahim Adham.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana Biografi
Ibrahim bin Adham ?
2.
Bagaimana keadaan
saat Hijrah ke Makkah dan Syam ?
3.
Bagimana Sebab
Taubatnya ?
4.
Apa saja Hikmah-hikmahnya
dan Nasihat Ibrahim bin Adham ?
5.
Apa saja 10
Nasihat Ibrahim bin Adham ?
C. Tujuan
dan Manfaat
1.
Untuk memenuhi
mata kuliah Pendidikan Karakter
Berbasis Tasawuf
2.
Sebagai nilai
tambah bagi diri sendiri
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Biografi
Ibrahim bin Adham
Nama Lengkap |
Ibrahim bin Adham bin Sulaiman
bin Manshur al-Balkhi |
Sahabat dari |
|
Julukan |
Abu Ishak |
Gelar |
Al-'Ijli |
Lahir |
Balkh, 80 atau 100 H |
Tempat Tinggal |
Balkh • Naisyabur
• Mekkah •
Syam |
Wafat/Syahadah |
160 H • 161 H • 162 H •
166 H |
Penyebab |
Natural atau, menurut
riwayat dalam perang melawan Romawi |
Tempat
dimakamkan |
Syam |
Guru-guru besar |
Muhammad bin Ziyad
al-Jumahi Abu Ishak • Malik bin Dinar • Al-A'masy |
Murid-murid |
Syaqiq al-Balkhi |
Ibrahim bin Adham bin
Sulaiman bin Manshur al-Balkhi adalah salah seorang tokoh sekte
kezuhudan dan arif pada abad kedua Hijriah. Julukannya
adalah Abu Ishak[3] dan
disebut juga dengan al-'Ijli. Ibrahim bin Adham dilahirkan dalam sebuah
keluarga berkebangsaan Persia atau bangsa Arab bani Tamim di kota
Balkh pada tahun 80 H atau 100 H. Kota Balkh kala itu termasuk dalam
teritorial kekuasaan Khurasan. Menurut keyakinan al-Dzahabi, penulis
kitab Tarikh al-Islam, ia
lahir di kota Mekkah ketika
orang tuanya berkunjung ke kota ini untuk menjalankan ibadah haji.
Ibrahim dan para
leluhurnya termasuk amir, penguasa, dan pembesar kota
Balkh. Akan tetapi, menurut laporan sumber-sumber sejarah, ia meninggalkan
takhta singgasana kemewahan, memilih hidup zuhud, melakukan suluk, dan
memerangi hawa nafsu.
Banyak buku dan kitab
termasuk kitab dalam bidang irfan memuat biografi, perilaku, dan
nasihat-nasihat Ibrahim bin Adham. Sebagian sumber seperti Tadzkirat al-Auliya' karya Aththar
Naisyaburi juga menyebutkan, Ibrahim bin Adham pernah berjumpa dengan Nabi
Khidir as, dan juga mengetahui isim teragung ilahi (Ism al-A'dham)
B. Memilih
Zuhud
Sumber-sumber referensi
keislaman menyebutkan aneka ragam faktor mengapa Ibrahim bin Adham lebih
memilih zuhud dan meninggalkan dunia. Faktor-faktor ini antara lain adalah ia
mendengar suara gaib ketika ingin berangkat berburu, seekor rusa yang
berbicara, atau ia menyaksikan seorang pekerja kasar yang bisa menikmati
hidup dengan fasilitas yang sangat minim. Menurut pengakuan Ibrahim bin
Adham sendiri, ia memilih zuhud dan meninggalkan dunia lantaran beberapa faktor
ini: takut terhadap kesendirian di alam kubur,
perjalanan panjang hari Kiamat dengan
perbekalan yang tidak cukup, dan kemurkaan Allah swt
sedangkan ia tidak memiliki alasan yang bisa diandalkan.
Dalam keyakinan Ibrahim
bin Adham, diperlukan beberapa syarat untuk memasuki dunia zuhud dan menggapai
peringkat orang-orang saleh. Antara lain adalah menutup pintu nikmat dan
membuka pintu kesengsaraan, menutup pintu kemuliaan dan membuka pintu kehinaan,
menutup pintu kesantaian dan membuka pintu usaha keras, menutup pintu tidur dan
membuka pintu keterjagaan, menutup pintu ketidakbutuhan dan membuka pintu
kebutuhan, serta menutup pintu angan-angan dan membuka pintu kematian.
Menurut penilaian Muhsin
Qara'ati, seorang penulis kontemporer, zuhud yang diinginkan oleh Ibrahim bin
Adham bertentangan dengan arti zuhud yang didefinisikan oleh Islam serta
dilarang dan dicerca oleh Rasulullah saw. Ibrahim
menilai, pernikahan dan menghasilkan keturunan bertentangan dengan zuhud, serta
mengasingkan diri dari masyarakat adalah sesuatu yang wajib dilakukan.
C. Hijrah
ke Makkah dan Syam
Setelah bertobat,
Ibrahim bin Adham berpindah ke kota Naisyabur. Ia berdiam diri selama 9 tahun
di dalam gua di sebuah gunung yang bernama al-Batsra'. Setelah itu, ia
pergi ke Makkah. Al-Dzahabi, seorang sejarawan Ahlusunah,
menyebutkan, Ibrahim keluar dari kota Balkh karena takut kepada Abu Muslim
al-Khurasani. Di Mekah, ia berkenalan dengan para arif seperti Sufyan
al-Tsauri dan Fudhail bin 'Iyadh. Tidak lama berlalu, ia berpindah ke
Syam. Menurut para ulama, ia berhasil menyebarluaskan zuhud dan irfan di
Syam.
D. Wafat
Banyak sumber yang
berbeda dalam mencatat tahun wafat Ibrahim bin Adham: 160 H, 161
H, 162 H, atau 166 H. Ia meninggal dunia secara
natural. Sekalipun demikian, sebagian ahli sejarah berkeyakinan, ia wafat
dalam sebuah peperangan melawan bangsa Romawi di daerah Suqain, sebuah
daerah yang kala itu berada dalam kekuasaan imperium Romawi. Kuburan
Ibrahim bin Adham juga diperdebatkan. Menurut sebuah pandangan, ia dimakamkan
di Shur, sebuah kota kawasan pantai di Syam.
E. Kedudukan
Ibrahim bin Adham, di
samping Hasan al-Bashri (w. 110 H), Malik bin Dinar, Rabi'ah al-'Adawiyyah,
Syaqiq al-Balkhi, dan Makruf al-Karkhi (w. 200 H), termasuk tingkatan pertama
irfan dan tasawuf dalam Islam. Menurut keyakinan sebagian ulama, nama
sufi melejit terkenal pada masa hidup Ibrahim bin Adham.
Para sufi asal Balkh,
termasuk Ibrahim bin Adham, banyak terpengaruh oleh aliran tasawuf Bashrah.
Untuk itu, mereka berlebihan dalam berzuhud, beribadah, takut, dan berkomitmen
untuk hidup miskin. Ibrahim bin Adham juga terpengaruh oleh tokoh-tokoh
besar tasawuf seperti Hasan al-Bashri dan Sufyan al-Tsauri. Sekalipun
demikian, aliran tasawuf Syam juga sangat terpengaruh oleh Ibrahim bin
Adham. Perubahan dalam zuhud, ibadah, dan riadat-riadat sufi
adalah manifestasi pengaruh Ibrahim ini.
Ibrahim bin Adham juga
adalah seorang muhadis. Namanya sangat dipuji dalam kitab-kitab
rijal Ahlusunah serta disebut sebagai sahabat Abu
Hanifah dan Sufyan al-Tsauri. Abu Hanifah, pemimpin Mazhab Hanafiah, dan
Junaid al-Baghdadi menyebut Ibrahim bin Adham dengan julukan-julukan yang penuh
penghormatan, dan julukan-julukan ini juga banyak digunakan dalam
syair-syair irfani para arif. Akan tetapi, menurut Zainuddin al-Syirwani
(1194-1253 H), seorang penulis dan penyair sufi, nama Ibrahim bin Adham tidak
pernah disebutkan dalam kitab-kitab rijal Syiah terdahulu. Sayid Muhsin
al-A'raji al-Kazhimi (1130-1227 H), seorang fakih Syiah, menyebut Ibrahim bin
Adham bersama Kumail bin Ziyad, Busyr bin Harits al-Mirwazi, dan Bayazid
al-Basthami sebagai ahli ilmu rijal Syiah yang
beraliran sufi.
Ibrahim bin Adham dikenal
sebagai pencetus silsilah beberapa tarekat sufi. Untuk itu, tarekat
Adhamiyyahdan Naqsyabandiyyah berkeyakinan bersambung kepada Imam Sajjad as
melalui perantara Ibrahim ini.
F. Hubungan
dengan Para Imam Maksum
Ibrahim bin Adham hidup
semasa dengan Imam Sajjad as, Imam Baqir as, dan Imam
Shadiq as. Sumber-sumber referensi juga mencatat hubungannya dengan para imam
Syiah ini. Menurut sebagian sumber, ia senantiasa menjalin hubungan dekat Imam
Sajjad as. Pertemuan Ibrahim bin Adham dengan Imam Zainal Abidin as, serta
wejangan beliau untuknya juga termaktub dalam sumber-sumber referensi Syiah.
Zainal Abidin al-Syirwani menyebutkan, Ibrahim
bin Adham pernah berjumpa dengan Imam Baqir as, dan Muhammad Kazhim Asrar
Tabrizi (1265-1315 H), seorang penyair dan sufi di masa dinasti Qajar, menyebut
Ibrahim bin Adham termasuk salah seorang pengikut setia Imam Baqir
as. Beberapa hadis Imam Baqir as disebutkan dalam kitab-kitab referensi
hadis melalui riwayat Ibrahim bin Adham.
Dalam kitab Safinat
al-Bihar dan beberapa sumber yang lain diriwayatkan, ketika Imam Shadiq
as ingin keluar dari Kufah menuju Madinah,
Ibrahim bin Adham turut mengantar beliau. Menurut beberapa sumber yang
lain, ia termasuk salah seorang khadim (pelayan) Imam Shadiq as.
G. Guru
dan Murid
Ibrahim bin Adham
meriwayatkan hadis dari Imam Baqir as, Muhammad bin Ziyad al-Jumahi, Abu Ishak,
Malik bin Dinar, al-A'masy, dan ayahnya sendiri.
Murid Ibrahim bin Adham
yang paling masyhur adalah Syaqiq al-Balkhi yang juga merupakan arif besar dan
murid Imam Kazhim as. Menurut pandangan yang
masyhur, Syaqiq adalah hasil didikan langsung Ibrahim bin Adham, atau
sahabat seperjuangannya.
H. Dalam
Syair dan Sastra
Metode hidup, perilaku,
dan nasihat-nasihat Ibrahim bin Adham terefleksikan dalam syair-syair yang
dilantunkan oleh para penyair, terutama para arif, secara luas. Semua ini
terjelmakan dalam syair-syair dengan aneka ragam tema, seperti
biografi, kisah tobat dan
memilih zuhud, faktor hijrah, perjumpaan dengan Nabi Khidir
as, putra kita, munajat, keramat, hikayat, dan
tema-tema yang lain.
I. Sebab
Taubatnya
Pembantu Ibrahim bin
Adham yang bernama Ibrahim bin Basyar al-Khurosani berkata: “Aku pernah
menemani Tuanku Ibrahim bin Adham ke kota Syam dan aku pernah berkata pada
suatu hari: “Wahai Abu Ishak, coba ceritakan kepada awal dari permulaan
kehidupanmu?” Ibrahim menjawab: “Ayahku seorang raja terkenal di Khurosan. Saat
itu aku masih muda, dan aku menyertai sekelompok orang untuk berburu
sebagaimana kebiasaan anak-anak raja. Aku menunggangi kendaraan dan bersamaku
seekor anjing lalu aku berhasil menangkap seekor musang atau kelinci.
Ketika aku sedang
asik-asiknya berburu, tiba-tiba aku mendengar suara yang tidak bisa aku lihat
yang berkata kepadaku, wahai Ibrahim apakah karena ini engkau diciptakan,
apakah karena ini engkau diperintahkan? Kemudian aku bertemu dengan seorang
penggembala kambing ayahku lalu aku mengambil jubahnya yang terbuat dari kulit
domba, sehingga aku memakainya sebagai baju dan aku membayar uang kepadanya
sebagai gantinya. Kemudian aku pergi ke Mekkah al-Mukarromah dan ketika
aku di tengah-tengah gurun, aku bertemu dengan seorang lelaki yang sedang
berjalan tanpa kendaraan dan tanpa bekal. Tatkala memasuki waktu sore dan
kemudian ia melakukan shalat Maghrib, ia menggerakkan bibirnya dengan suatu
ucapan yang tidak aku mengerti dan tiba-tiba di hadapanku ada makanan dalam
wadah yang di dalamnya ada makanan dan ada wadah lain yang di dalamnya ada
minuman.
Aku makan dan minum
bersamanya dan aku dalam keadaan seperti ini selama beberapa hari lalu ia
mengajariku ismullahil a`zham (nama Allah yang agung). Lalu ia
berkata kepadaku: “Janganlah kamu berdoa dengannya atas seseorang yang antara
kamu dan dia terjadi permusuhan karena kamu dapat menghancurkannya dengan
kehancuran dunia dan akhirat, tetapi berdoalah kepada Allah agar dengannya ia
dapat menghilangkan rasa takutmu dan menguatkan kelemahanmu serta membuatmu
tenang dan membuatmu selalu bergairah pada setiap saat.” Kemudian ia pergi
meninggalkan aku.
J. Hikmah-hikmahnya
dan Nasihatnya
Seandainya kita ingin
untuk mengungkapkan apa yang dicatat oleh sejarah seorang alim yang sempurna
dan besar ini tentu terasa tidak cukup kesempatan yang kita miliki untuk
menulis semua itu. Sebagian para wali dan orang-orang saleh banyak memanfaatkan
pintu ilmu Ibrahim. Mereka banyak belajar dari beliau untuk mendapatkan hikmah
dan pelajaran. Cukup banyak hikmah dan nasihat yang beliau sampaikan, namun
kami merasa cukup untuk menyampaikan salah satu bagian darinya dengan harapan
mendapatkan keberkahan atas pengaruh cinta yang suci ini dan harapan
mudah-mudahan Allah SWT membukakan dengannya hati-hati yang tertutup,
telinga-telinga yang tuli dan mata-mata yang buta.
Ibrahim bin Adham menulis
surat kepada Sofyan ats-Tsauri, dan dalam suratnya ia berkata: “Pertama,
barangsiapa mengenal apa yang dicarinya maka terasa mudah baginya apa yang
harus dicurahkannya. Kedua, barangsiapa yang membentangkan pandangannya maka
akan lama penyesalannya. Ketiga, barangsiapa yang membentangkan angan-angannya
maka akan buruk amalnya. Keempat, barangsiapa yang membentangkan lisannya maka
ia justru membunuh dirinya sendiri.
Muhammad bin Ishak
berkata: “Ayahku memberitahuku dan berkata, aku berkata kepada Ibrahim bin
Adham berwasiatlah kepadaku!” Lalu beliau berkata jadikanlah Allah sebagai
sahabat dan tinggalkanlah manusia. Pada suatu kali, orang-orang berkumpul di sisinya
sambil berkata, berilah kami nasihat yang bermanfaat buat kami wahai Abu Ishak!
Beliau berkata, “Pertama, jika kalian melihat manusia sibuk dengan urusan dunia
maka sibukanlah kalian dengan urusan akhirat. Kedua, jika mereka sibuk
dengan memperindah bentuk lahiriah mereka maka sibuklah kalian dengan
memperindah batiniah kalian. Ketiga, jika mereka sibuk membangun kebun dan
istana maka sibukkanlah kalian dengan membangun kuburan. Keempat, jika mereka
sibuk dengan mencari-cari kesalahan orang lain, maka sibukkanlah kalian dengan
mencari kesalahan diri kalian sendiri. Kelima, jika mereka sibuk dengan
melayani dan mengabdi kepada makhluk maka sibuklah kalian dengan mengabdi
kepada Tuhan alam semesta. Keenam, ambilah dari dunia ini sebagai bekal yang akan
mengantarkan kalian pada akhirat karena sesungguhnya dunia adalah tempat
bertanam dari akhirat.
Ibrahim bin Adham bin
Mansur at-Tamimi al-Balkhi Abu Ishak, serorang zahid yang masyhur. Ayahnya
adalah seorang kaya yang terkenal di Balakh. Beliau memperdalam agama dan
merantau ke Baghdad (Iraq) dan Syam dan seterusnya ke Hijaz. Beliau banyak
mengambil ilmu dari ulama-ulama di tiga negeri tersebut. Beliau mengambil dari
sumbernya langsung dan banyak belajar dari imam-imam dari negara-negara
tersebut. Banyak cerita yang berkenaan dengan beliau disampaikan yang
sebagiannya terkesan simpang siur, juga terdapat perselisihan tentang tempat
tinggalnya dan lematiannya. Yang tepat adalah bahwa beliau disemayamkan di
Supnan di salah satu bagian di negeri Romawi. Adapun sumber-sumber biografinya
dapat diketemukan dalam Hilyatul Auliya, juz 7 halaman 367 dan al-Bidayah Wal
Nihayah, juz 10 halaman 135 dan al I’lam, juz 1 halaman 31.
K. 10
Nasihat Ibrahim bin Adham
Suatu ketika Ibrahim bin
Adham, seorang alim yang terkenal zuhud dan wara’, melewati pasar yang ramai.
Selang beberapa saat ia pun dikerumuni banyak orang yang ingin minta nasehat.
Salah seorang di antara mereka bertanya, “Wahai Guru! Allah telah berjanji
dalam kitab-Nya bahwa Dia akan mengabulkan doa setiap hamba-Nya. Kami telah
berdoa setiap hari, siang dan malam, tapi mengapa sampai saat ini doa kami
tidak dikabulkan?”
Ibrahim bin Adham diam
sejenak lalu berkata, “Saudara sekalian. Ada sepuluh hal yang menyebabkan doa
kalian tidak dijawab oleh Allah.
1.
Pertama, kalian mengenal Allah, tapi tidak
menunaikan hak-hak-Nya. Inilah yang seringkali terjadi, tanpa sadar kita selalu
mengeluh dan memohon kepada Allah atas segala beban hidup dan ujian yang
dirasakan. Kita juga sering berdoa kepada Allah agar apa yang menjadi impian
kita segera terwujud. Tapi? Sadarkah kita mengapa doa-doa kita belum
dikabulkan? Bagaimana dengan doa-doa saya dan Anda saudaraku?
Bisa
jadi, apa yang dikatakan Ibrahim bin Adham terjadi dan dialami kaum Muslimin
hari ini. Lihatlah disekitar kita, bisa jadi banyak orang mengaku beragama
Islam, tapi dalam kenyataan sehari-hari seberapa banyak yang menunaikan hak-hak
Allah Ta’ala tersebut? Satu dari sekian banyak hak-hak Allah yang harus
ditunaikan seorang hamba adalah ibadah wajib seperti shalat lima waktu, shaum
di bulan Ramadhan, zakat dan lain sebagainya.
2.
Kedua, kalian membaca Al-Quran, tapi
kalian tidak mau mengamalkan isinya. Tak heran hari ini orang berlomba-lomba
untuk menghafal Al-Quran, dan ini adalah fenomena yang luar biasa. Tapi yang
perlu diperhatikan adalah, jangan sampai banyak membaca Al-Quran tapi tidak mau
mengamalkannya. Atau, jika mau mengamalkannya tapi hanya yang sesuai dengan
seleranya saja. Sementara jika kandungan Al-Quran itu tidak sesuai dengan
hatinya atau perintah yang memberatkannya, maka ia meninggalkannya.
Inlah
hal kedua yang harus diperhatikan oleh setiap Muslim agar bisa menempatkan
seseorang sesuai bidangnya. Tujuannya, agar kesejahteraan dan kebahagiaan bisa
dirasakan oleh setiap orang.
3.
Ketiga, kalian mengakui bahwa iblis adalah
musuh yang sangat nyata, tapi dengan suka hati kalian mengikuti jejak dan
perintahnya. Betapa banyak hari ini orang yang mengakui bahwa iblis
adalah musuhya. Tapi ucapan lisan tidaklah sejiwa dengan hati dan
pengamalannya. Hari ini, mungkin tidak pernah ada orang yang mau disebut
sebagai iblis. Tapi kenyataannya, betapa banyak orang yang prilakunya
seperti iblis; mencuri, korupsi, memperkosa, minum-minuman keras dan sederet
prilaku bejat lainnya. Jadi, banyak manusia yang membenci iblis, tapi sayang ia
tidak menyadari akhlaknya justeru lebih sadis dari iblis.
4.
Keempat, kalian mengaku mencintai
Rasulullah, tetapi kalian suka meninggalkan ajaran dan sunnahnya. Itulah
manusia, bangga mengaku umat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, tapi
seringkali dengan sadar atau tanpa sadar meninggalkan ajaran dan sunnah-sunnah
Nabinya. Lihatlah hari ini disekitar kita, ketika ada sekelompok orang yang
berusaha menghidupkan sunnah, maka tak sedikit orang menghujatnya.
Sebaliknya,
orang-orang yang hidup jauh dari pengamalan sunnah Nabinya, justeru
dielu-elukan, disanjung bahkan diikuti setiap perintahnya. Jika sudah begitu,
bagaimana mungkin Allah akan mengabulkan doa seorang hamba yang jauh dari
sunnah Nabi-Nya.
5.
Kelima, kalian sangat menginginkan surga,
tapi kalian tak pernah melakukan amalan ahli surga. Dengan kata lain, semua
umat Islam masuk surga, kecuali yang enggan. Seperti sabda Nabi Shallallahu
‘Alaihi Wasallam, dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ,
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كل
أمتي يدخلون الجنة إلا من أبى، قيل ومن يأبى يا رسول الله؟! قال: من أطاعني دخل
الجنة، ومن عصاني فقد أبى
“Setiap
umatku akan masuk surga, kecuali orang-orang yang enggan untuk memasukinya. Ada
seseorang yang bertanya, siapakah orang yang enggan tersebut wahai Rasulullah ?
Beliau bersabda, “Barangsiapa mentaatiku akan masuk surga, barangsiapa tidak
taat kepadaku sungguh dia orang yang enggan masuk surga.” (HR. Bukhari)
6.
Keenam, kalian takut dimasukkan ke dalam
neraka, tapi kalian dengan senangnya sibuk dengan perbuatan ahli neraka.
Ada orang yang sepertinya mengamalkan amalan surga, tapi sebenarnya dia
telah mengamalkan amalan ahli neraka. Sebaliknya, ada orang yang terlihat
seolah mengamalkan amalan neraka, tapi hakikatnya dia telah melakukan amalan
menuju surga.
Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “…Maka demi Allah yang tiada Ilah
selain-Nya, ada seseorang diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli surga
sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali sehasta saja, kemudian
ia didahului oleh ketetapan Allah lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan
ia masuk neraka. Ada diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli neraka
sehingga tidak ada lagi jarak antara dirinya dan neraka kecuali sehasta saja.
kemudian ia didahului oleh ketetapan Allah lalu ia melakukan perbuatan ahli
surga dan ia masuk surga.” (Diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam Bad’ul
Khalq)
7.
Ketujuh, kalian mengaku bahwa kematian
pasti datang, tapi tidak pernah mempersiapkan bekal untuk menghadapinya. Salah
satu ciri orang yang cerdas adalah senantiasa banyak mengingat kematian,
sehingga ia sibuk mempersiapkan bekal diri sebaik dan sebanyak mungkin untuk
menuju kehidupan yang hakiki. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
أَفْضَلُ
المُؤْمِنِينَ أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَ أَكْيَسُهُمْ أَكْثَرُهُم لِلمَوتِ ذِكْرًا
وَ أَحْسَنُهُم لَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ
“Orang
mukmin yang paling utama adalah orang yang paling baik akhlaknya. Orang mukmin
yang paling cerdas adalah orang yang paling banyak mengingat kematian dan
paling bagus persiapannya untuk menghadapi kematian. Mereka semua adalah
orang-orang cerdas (yang sesungguhnya, red).” (HR. At-Tirmidzi, dan dinyatakan
shohih oleh syaikh Al-Albani rahimahullah di dalam Irwa’ul Gholiil no.682.
Sedangkan di dalam Silsilatu Al-Ahaadiits Ash-Shohihah no.1384 beliau
menilai hadits ini derajatnya hasan dengan semua jalan periwayatannya).
8.
Kedelapan, kalian sibuk mencari aib orang
lain dan melupakan cacat dan kekurangan kalian sendiri. Inilah watak asli
kebanyakan manusia, mereka lebih suka mencari dan mengumbar aib orang lain
daripada sibuk mengurusi aib dan dosa dirinya sendiri. Ia bisa melihat dan
lebih jeli memandang kesalahan orang lain, tapi sulit sekali memandang
kesalahan pada dirinya.
9.
Kesembilan, setiap hari kalian memakan
rezeki Allah, tapi kalian lupa mensyukuri nikmat-Nya. Selalu mau menang sendiri
dan tidak pernah mau mensyukuri nikmat Allah adalah bagian dari sifat dan watak
dasar manusia. Jika bukan karena rahmat dan cinta Allah kepadanya, niscaya rasa
syukur itu akan tipis sekali dimiliki manusia. Orang beriman adalah orang yang
meyakini dengan sebenarnya bahwa rahasia untuk menjemput rezeki dari Allah
adalah mensyukuri semua nikmat yang telah diberikan.
Tentang
rasa syukur itu, Allah Ta’ala sudah memaklumkan dalam firman-Nya yang artinya,
“…Siapa yang bersyukur atas nikmat-Ku, maka pasti akan Aku tambah baginya. Dan
siapa yang mengingkari nikmat-Ku, maka azab-Ku sangat pedih.” (Qs. Ibrahim: 7) Itulah
janji Allah kepada setiap hamba-Nya.
10.
Kesepuluh, kalian sering mengantar jenazah
ke kubur, tapi tidak pernah menyadari bahwa kalian akan mengalami hal yang
serupa.” Setelah mendengar nasehat itu, orang-orang itu menangis. Dalam
kesempatan lain Ibrahim kelihatan murung lalu menangis, padahal tidak terjadi apa-apa.
Seseorang bertanya kepadanya.
BAB
III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
1. Wali sufi Ibrahim bin Adham, yang terlahir dengan nama
lengkap Ibrahim bin Adham Mansur bin Yazid bin Djabir (Abu Ishak) Al –Idjli,
tergolong salah satu sufi pada periode paling awal.
2. Menurut
N. Hanif, beberapa riwayat mengatakan bahwa Ibrahim juga tercatat ikut serta
dalam mempertahankan Benteng Thughur, yang terletak di utara Suriah dari
serangan Byzantium. Selain itu, ia juga tercatat ikut serta dalam dua ekspedisi
militer, dan gugur pada ekspedisi militer kedua melawan Byzantium. Jenazahnya
dikebumikan di wilayah kekuasaan Byzantium kala itu, dekat Benteng Sukin, atau
Sufana.
3. Dari
kisah ini, ada sejumlah hikmah yang bisa dipetik pelajarannya. Di antaranya adalah
tentang pentingnya memiliki semangat kerja karena bekerja termasuk ibadah.
Syekh Ibrahim bin Adham, seorang ulama sufi yang dikenal zuhud pun masih tetap
bekerja sebagai tukang kebun.
DAFTAR PUSTAKA
Ø https://www.inilah.com/ibrahim-bin-adham-raja-yang-membuang-singgasana-untuk-melakoni-sufi
Ø https://minanews.net/10-nasihat-ibrahim-bin-adham/
Ø https://ikmalonline.com/seri-tokoh-sufi-mengenal-ibrahim-bin-adham-bagian-pertama/#_ftnref2
Ø https://arina.id/islami/ar-Uqmx8/kisah-ibrahim-bin-adham--mantan-raja-yang-jadi-buruh-kebun-delima
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
semoga bermanfaat